Monday, March 30, 2009

Hijrah Kepada Allah dan Rasul-Nya

Di dalam Risalah Tabukiyah, Imam Ibnul Qoyyim membagi hijrah menjadi 2 macam. Pertama, hijrah dengan hati menuju Alloh dan Rosul-Nya. Hijrah ini hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang di setiap waktu. Macam yang kedua yaitu hijrah dengan badan dari negeri kafir menuju negeri Islam. Diantara kedua macam hijrah ini hijrah dengan hati kepada Alloh dan Rosul-Nya adalah yang paling pokok.

Hijrah Dengan Hati Kepada Alloh

Alloh berfirman, “Maka segeralah (berlari) kembali mentaati Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50)

Inti hijrah kepada Alloh ialah dengan meninggalkan apa yang dibenci Alloh menuju apa yang dicintai-Nya. Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim ialah orang yang kaum muslimin lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya. Dan seorang muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Alloh.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hijrah ini meliputi ‘dari’ dan ‘menuju’: Dari kecintaan kepada selain Alloh menuju kecintaan kepada-Nya, dari peribadahan kepada selain-Nya menuju peribadahan kepada-Nya, dari takut kepada selain Alloh menuju takut kepada-Nya. Dari berharap kepada selain Alloh menuju berharap kepada-Nya. Dari tawakal kepada selain Alloh menuju tawakal kepada-Nya. Dari berdo’a kepada selain Alloh menuju berdo’a kepada-Nya. Dari tunduk kepada selain Alloh menuju tunduk kepada-Nya. Inilah makna Alloh, “Maka segeralah kembali pada Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50). Hijrah ini merupakan tuntutan syahadat Laa ilaha illalloh.

Hijrah Dengan Hati Kepada Rosululloh

Alloh berfirman, “Maka demi Robbmu (pada hakikatnya) mereka tidak beriman hingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan di dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An Nisaa’: 65)

Hijrah ini sangat berat. Orang yang menitinya dianggap orang yang asing diantara manusia sendirian walaupun tetangganya banyak. Dia meninggalkan seluruh pendapat manusia dan menjadikan Rosululloh sebagai hakim di dalam segala perkara yang diperselisihkan dalam seluruh perkara agama. Hijrah ini merupakan tuntutan syahadat Muhammad Rosululloh.

Pilihan Alloh dan Rosul-Nya itulah satu-satunya pilihan

Alloh berfirman, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukmin, apabila Alloh dan Rosul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Dan barang siapa yang mendurhakai Alloh dan Rosul-Nya maka sungguh dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab: 36)

Dengan demikian seorang muslim yang menginginkan kecintaan Alloh dan Rosul-Nya tidak ragu-ragu bahkan merasa mantap meninggalkan segala perkara yang melalaikan dirinya dari mengingat Alloh. Dia rela meninggalkan pendapat kebanyakan manusia yang menyelisihi ketetapan Alloh dan Rosul-Nya walaupun harus dikucilkan manusia.

Seorang ulama’ salaf berkata, “Ikutilah jalan-jalan petunjuk dan janganlah sedih karena sedikitnya pengikutnya. Dan jauhilah jalan-jalan kesesatan dan janganlah gentar karena banyaknya orang-orang binasa (yang mengikuti mereka).

(Disadur dari majalah As Sunnah edisi 11/VI/1423 H)

***

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Ikhlas dan Tawakal

Kita pasti sangat sering mendengarkan kedua kata tersebut. Petuah-petuah untuk menjalani hidup dengan ikhlas dan menghadapi cobaan dengan tawakal. Kata dan kalimat yang sangat mudah diucapkan tetapi sulit untuk bisa diterapkan, karena memang telah menjadi karakter umum bahwa manusia adalah mahluk yang suka berkeluh kesah. Namun memang kedua hal itu adalah faktor penting untuk mendapatkan kebahagiaan batin.

Hidup dengan ikhlas adalah hidup yang tidak menuntut. Tidak menuntut atas apa yang tidak dikaruniakan kepada kita, dan mencoba tetap bersyukur atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah

Apa yang sekarang ini kita miliki sering kali tanpa sadar kita anggap sebagai sesuatu yang memang sudah seharusnya dan sewajarnya kita miliki, sudah hak kita untuk mendapatkannya. Sehingga kita lupa bahwa sebenarnya itu adalah karunia Allah yang harus disyukuri dan bahwa tidak setiap orang beruntung mendapatkan karunia tersebut.

Kita harus menyadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki sekarang setiap saat bisa diambil kembali oleh Allah. Dan mungkin baru pada saat itulah kita baru sepenuhnya menyadari bahwa hal itu adalah milik Allah yang telah dikaruniakan kepada kita, dan bukanlah hak penuh kita untuk dapat tetap memiliki selamanya.

Sedangkan atas sesuatu yang tidak kita miliki, tidak dikaruniakan Allah kepada kita, kadangkala kita dengan ceroboh menyatakan secara tidak langsung bahwa kita diperlakukan tidak adil oleh takdir Allah dan menuntut bahwa kita seharusnya dikaruniai hal itu juga. Seolah untuk mendapatkannya adalah hak penuh kita. Padahal segala sesuatu di alam semesta ini adalah milik Allah dan hak Allah, kita tidak berhak menuntut sesuatu yang tidak ditetapkan untuk kita.

Adalah sepenuhnya wewenang Allah untuk menetapkan apa yang dikaruniakan kepada kita dan apa yang tidak. Dan ketetapan Allah tetaplah ketetapan yang Maha Adil. Anggapan kita akan takdir Allah yang tidak adil seringkali karena kita tidak mampu menyadari dan mengakui bahwa semuanya milik Allah, atau kita yang terlalu banyak menuntut untuk mendapat nikmat dunia. Sesungguhnya kehidupan di dunia bukanlah tempat untuk mendapatkan segala kenikmatan.

Ketika Allah menetapkan untuk tidak menganugerahkan sesuatu hal kepada kita atau mengambil kembali karunianya dari kita, saat itu kita menghadapi cobaan dari Allah. Dengan kesadaran bahwa segala sesuatunya adalah milik dan hak Allah, kita akan lebih bisa menghadapi cobaan itu dengan tenang dan tawakal. Tawakal atas segala kehendak Allah, dibarengi dengan sikap yang tidak menuntut.

Dengan mencoba hidup ikhlas dan tawakal, kita tidak akan terlalu direpotkan dengan segala tuntutan hidup yang tidak ada habisnya. Dan apapun cobaan yang menimpa kita, jika kita mengembalikannya kepada kekuasaan Allah dengan ikhlas dan tawakal, Insya Allah kita akan bisa menjalaninya dengan tetap berada di bawah lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

http://www.geocities.com/hijrah_web/html/renung005.htm