Tuesday, August 11, 2009

PENGERTIAN THAGHUT DAN PARA PENDUKUNG THAGHUT

Bismillaahir rohmanir rohiim.
Assalamua’laykum warohmatullaahi wa barokaatu.


Ikhwaani wa Akhwaatii rahiimakumullaah…

Iman seseorang tidak akan sah bila dia TIDAK kufur terhadap thaghut, Allah berfirman :

“Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegangan kepada buhul tali yang amat kuat.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Ayat ini merupakan tafsiran dari syahadat La Ilaha Illallah yang mencakup an-nafyu (peniadaan) dan al-itsbat (penetapan).

An-nafyu artinya mengingkari segala bentuk ibadah kepada selain Allah, hal ini di realisasikan oleh seseorang dengan cara meyakini atas bathilnya beribdah kepada selian Allah dan dengan cara meninggalkan dan membenci peribadatan tersebut, serta mengkafirkan dan memusuhi orang-orang yang melakukannya. Inilah yang dimaksud dengan kufur terhadap thaghut, dan beginilah cara kufur terhadap thaghut sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab.

Al-itsbat artinya menetapkan peribadatan hanya untuk Allah semata dengan cara melaksanakan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah semata. Dan inilah yang dimaksud iman kepada Allah pada ayat di atas.

Ibnu Katsiir berkata, adapun ayat Allah yang berbunyi,

“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Maksudnya: barangsiapa meninggalkan andad (segala sesuatu yang dianggap tandingan Allah), berhala, dan apa-apa yang diserukan oleh syaithan untuk diibadahi selain Allah lalu dia mengesakan Allah dan beribadah hanya kepada Nya saja serta bersaksi bahwasanya tidak ada Ilah selain Allah,

“Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat.”

Maksudnya, sungguh dia telah mantap urusannya dan telah berjalan di atas jalan yang lurus.

Kemudian Ibnu Katsir, menukil dari Umar bin Khaththab bahwasanya thaghut itu adalah syaithan. Dan Ibnu Katsir berkata, “Pendapatnya, bahwa thaghut itu syaithan, adalah pendapat yang sangat kuat karena dia mencakup segala keburukan yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah yang berupa beribadah, berhukum, dan meminta pertolongan kepada berhala.” (Tafsir Ibnu Katsir, I/311)

Dan pada I/512, Ibnu Katsir mengatakan, “Bahwa orang-orang yang mengatakan seperti perkataan ‘Umar bin Khaththab tersebut adalah; Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah, Mujahid, ‘Atha, ‘Ikrimah, Sa’id bin Zuhair, Asy-Sya’biy, Al-Hasan, Adh-Dhahak, As-Uddiy.

Dan Ibnu Katsir menukil dari Jabir bahwasanya thaghut itu adalah para dukun yang dihampiri oleh syaithan.

Dia juga menukil dari Mujahid bahwasanya thaghut itu adalah syaithan yang berbentuk manusia yang dijadikan hakim oleh manusia dan dia yang menguasai urusan mereka.

Dan beliau menukil dari Imam Malik bahwa thaghut itu adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah.

Dan dalam menafsirkan firman Allah yang berbunyi,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu.” (QS. An-Nisaa’: 60)

Ibnu Katsir berkata, “Ayat ini lebih umum dari semua itu, karena sesungguhnya ayat ini mencela semua orang yang menyeleweng dari al-Qur’an dan as-Sunnah, dan berhukum kepada selain keduanya yang berupa kebatilan. Dan inilah yang dimaksud dengan thaghut itu disini.” (Tafsir Ibnu Katsir, I/519)

Ibnu Qayyim berkata “Thaghut adalah segala sesuatu yang disikapi oleh seorang hamba secara berlebihan berupa hal-hal yang diibadahi atau diikuti atau di taati. Dengan demikian thaghut itu adalah orang yang dijadikan hakim oleh manusia selain Allah dan Rasul-Nya, atau yang mereka ibadahi selain Allah, atau yang mereka ikuti tanpa berdasarkan keterangan dari Allah atau yang mereka taati pada perkara-perkara tersebut merupakan ketaatan yang seharusnya hanya untuk Allah. Inilah thaghut-thaghut yang berada didunia ini, yang apabila engkau perhatikan thaghut-thaghut tersebut dan sikap manusia terhadapnya niscaya engkau melihat kebanyakan mereka berpaling dari beribadah kepada Allah lalu beribadah kepada thaghut, dan dari berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya menjadi berhukum kepada thaghut. Dan dari mentaati Allah serta mengikuti Rasul-Nya menjadi mentaati thaghut serta mengikutinya.” (I’lamu al-Muwaqqi’in, I/50).

Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab berkata, “Thaghut itu bersifat umum, maka segala sesuatu yang diibadahinya selain Allah dan dia rela seperti yang diibadahinya atau yang diikuti atau yang ditaato diluar ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah Thaghut. Dan thaghut itu banyak, sedangkan kepalanya ada lima:


1. Syaithan, yang mengajak beribadah kepada selain Allah, dalilnya adalah firman Allah,

“Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah syaithan? Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yassin: 60)

2. Penguasa zhalim, yang mengubah hukum-hukum Allah, dalilnya adalah firman Allah,

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan kepada yang telah diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya,” (QS. An-Nisa: 60)

3. Orang yang memutuskan perkara (hukum) dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah. Dalilnya adalah firman Allah,

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.
“ ( QS. Al-Maidah: 44)

4. Orang yang mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib. Dalilnya adalah firman Allah,

“(Dia adalah Rabb) yang mengtahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya ia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya.” (QS. Al-Jin : 26)

Dan Allah berfirman,

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang didaratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahui (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)

5. Orang yang diibadahi selain Allah dan ia rela. Dalilnya adalah firman Allah,

“Dan barangsiapa di antara mereka mengatakan, “Sesungguhnya aku adalah Ilah selain daripada Allah,” maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahannam. Demikian Kami memberikan pembalasan kepada orang-orang zhalim.” (QS. Al-Anbiya : 29)

(Dinukil dari risalah Ma’na Thaghut wa Ru-Usu Anwa’ihi tulisan Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab yang terdapat dalam kitab Majmu at-Tauhid cetakan Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah halaman 260.).

Syaikh Muhammad Hamid al-Faqiy ketika mendefinisikan thaghut berkata, “Dari perkataan para salaf dapat disimpulkan bahwasanya thaghut itu adalah sesuatu yang memalingkan serta menghalangi seseorang dari beribadah kepada Allah, dan dari memurnikan dien dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sama saja apakah sesuatu tersebut berupa syaithan dari kalangan jin atau manusia, pepohonan, bebatuan dan yang lainnya. Dan tidak diragukan lagi termasuk dalam pengertian ini adalah berhukum dengan undang-undang, syariat-syariat, dan lainnya yang diluar Islam yang dibuat oleh manusia untuk dijadikan hukum dalam urusan darah (nyawa), seks, dan harta yang menggantikan syariat Allah, seperti pelaksanaan hudud, pengharaman riba, zina, khamr, dan lainnya yang dihalalkan dan dilindungi oleh undang-undang tersebut, baik pelaksanaanya maupun orang yang melaksanakannya, dan undang-undang itu sendiri adalah thaghut.

Orang-orang yang membuatnya dan menawarkannya adalah thaghut, dan semua buku macam itu yang dibuat berdasarkan akal manusia untuk memalingkan dari kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah baik secara sengaja maupun tidak sengaja adalah thaghut.” (catatan kaki hal 287 dalam, kitab Fat-Hul Majid, karangan Abdurrahman bin Hasan, cetakan Darul Fikri, tahun 1399 H).

Syaikh Sulaimaan bin Samhan an-Najdiy berkata, “Thaghut itu ada tiga macam; thaghut di bidang hukum, thaghut di bidang ibadah, thaghut di bidang ketaatan dan keteladanan.” (ad-Durar as-Suniyah, juz 8 hal 272)

Dari uraian di atas saya simpulkan, sesungguhnya definisi thaghut yang paling mencakup adalah pendapat orang yang mengatakan bahwa thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah – dan ini adalah perkataan Imam Malik – juga pendapat orang yang mengatakan bahwa thaghut itu adalah syaithan, dan ini adalah pendapat mayoritas sahabat dan tabi’in. Adapun pendapat selain kedua ini merupakan cabang dari keduanya. Dan kedua pendapat itu kembali kepada satu pokok yang mempunyai zhahir dan hakikat. Barangsiapa melihat dari zhahirnya dan dia mengatakan thaghut itu adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah, dan barangsiapa melhat pada hakikatnya maka dia mengatakan thaghut itu adalah syaithan, hal itu karena sesungguhnya syaithanlah yang mengajak untuk beribadah kepada selain Allah, sebagaimana syaithan jugalah yang mengajak untuk berbuat segala bentuk kekafiran, Allah berfirman,

“Tidakkah kamu lihat, bahwasanya Kami telah mengirimkan syaithan-syaithan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh.” (QS. Maryam : 83)

Oleh karena itu, semua orang yang kafir dan semua orang yang beribadah kepada selain Allah, disebabkan oleh tipu daya syaithan, sebenarnya mereka beribadah kepada syaithan, sebagaimana firman Allah,

“Bukankah aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah syaithan? Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu.” (QS. Yasin : 60)

Dan Allah berfirman tentang Ibrahim,

“Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaithan.” (QS. Maryam: 44)

Padahal bapaknya beribadah kepada berhala, sebagaimana firman Allah,

“Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?” (QS. Al-An’am: 74)

Dengan demikian, syaithan itu adalah thaghut yang paling besar. Sehingga semua orang yang beribadah kepada berhala, seperti patung atau pohon, atau manusia, sebenarnya dia adalah beribadah kepada syaithan. Dan setiap orang yang berhukum pada manusia atau peraturan-peraturan atau undang-undang selain Allah maka pada hakikatnya dia berhukum kepada syaithan, dan inilah yang dimaksud dengan berhukum kepada thaghut.

Maka barangsiapa yang menyatakan thaghut secara global dari segi zhahirnya, maka dia menyatakan thaghut itu adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah; dan barangsiapa yang menyatakan secara global dari sisi hakikatnya maka dia menyatakan bahwa thaghut itu adalah syaithan sebagaimana saya nukil di atas.

Dan barangsiapa yang menyatakan thaghut itu secara terperinci dari sisi zhahirnya, maka dia mengatakan bahwa thaghut itu adalah segala sesuatu yang diibadahi atau diikuti atau ditaati atau dijadikan hakim selain Allah, dan ini adalah perkataan Ibnul Qayyim, dan perkataan Sulaiman bin Samhan. Semuanya kembali kepada makna ibadah. Maka mengikuti, mentaati, dan berhukum merupakan ibadah yang tidak boleh ditujukan kecuali hanya kepada Allah. Sebagaimana firman Allah,

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya.” (QS. Al-A’raf: 3)

ini berkenaan dengan mengikuti, dan Allah berfirman,

“Katakanlah, “taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang –orang yang kafir.” (QS Ali Imran: 32)

Ini tentang ketaatan, dan Allah berfirman,

“Dan dia tidak mengambil keputusan seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” (QS. Al-Kahfi: 26)

Dan ini tentang berhukum.

Maka, mengesakan Allah dalam mengikuti, menaati, dan berhukum termasuk mengesakan Allah dalam beribadah yang tauhid uluhiyah yang sama persis mengesakan Allah dalam shalat, berdoa, dan ibadah-ibadah ritual lainnya. Semua ini merupakan ibadah. Sedangkan Allah berfirman,

“Dan kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada ilah (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (QS. Al-Anbiya: 25)

Dengan demikian, ibadah adalah mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang lahir maupun batin.

Maka definisi yang mencakup makna thaghut dipandang dari sisi zhahirnya adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah. Adapun secara terperinci didalam Al-Quran disebutkan dua macam thaghut, yaitu thaghut di bidang ibadah dan thaghut di bidang hukum.

Yang pertama, Thaghut di bidang ibadah, terdapat dalam firman Allah,

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya,.” (QS. Az-Zumar: 17)

Yaitu segala sesuatu yang diibadahi selain Allah baik berupa syaityhan, manusia, yang hidup atau yang mati, hewan, atau bahkan juga benda-benda mati berupa pohon, batu, atau bintang-bintang tertentu, baik beribadah dengan cara mempersembahkan hewan kurban kepadanya, berdoa kepadanya, atau dengan cara menaati dan mengikutinya pada hal-hal yang menyelisihi syariat Allah.

Dan kalimat (segala sesuatu yang diibadahi selain Allah) dikhususkan dengan kalimat (sedangkan dai rela dengan ibadah tertentu) supaya tidak masuk di dalamnya; seperti Isa bin Maryam atau nabi-nabi yang lainnya, para malaikat dan orang-orang shalih, karena mereka itu diibadahi namun mereka tidak rela dengan ibadah tersebut sehingga mereka tidak disebut sebagai thaghut.

Ibnu taimiyyah berkata, Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat, ‘Apakah mereka ini terdahulu menyembah kamu?’ malaikat-malaikat itu menjawab, ‘Maha Suci Engkau, Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.” (QS. Saba:40-41)

Maksudnya adalah para malaikat tidak menyuruh mereka untuk melakukan hal itu, akan tetapi yang meyuruh mereka adalah jin supaya mereka menjadi penyembah syaithan yang menampakkan wujudnya kepada mereka sebagaimana syaithan-syaithan yang terdapat pada berhala dan sebagaimana syaithan-syaithan yang menemui sebagian orang yang beribadah dan menunggu-nunggu bintang-bintang sampai-sampai syaithan tersebut menampakkan diri dan berbicara dengan orang-orang tersebut, padahal yang menampakkan diri tersebut adalah sebangsa jin. Oleh karena itu Allah berfirman,

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu, hai Bani Adam, supaya kamu tidak menyembah syaithan? Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu, dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya syaithan itu telah menyesatkan sebahagian besar diantaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 60-62)

Dan Allah berfirman,

“Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedangkan mereka adalah musuh-musuhmu? Amat burukkah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Kahfi: 50)

Dan yang kedua, Thaghut di bidang hukum, terdapat dalam firman Allah,

“Mereka hendak berhakim kepada thaghut.” (QS An-Nisa: 60)

Yaitu segala sesuatu yang di jadikan sebagai hakim (pemutus perkara) selain Allah. Seperti hukum dan undang-undang buatan manusia atau hakim yang memutuskan perkara dengan selain apa yang diturunkan Allah. Orang itu sebagai penguasa, hakim, atau yang lainnya. Di antara fatwa ulama kontemporer (ulama pada zaman sekarang) dalam masalah ini adalah fatwa al-Lajnah ad-Daimah lil-Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta di Saudi Arabia ketika menjawab orang yang menanyakan tentang thaghut dalam firman Allah,

“Mereka hendak berhukum kepada thaghut.”

Yang dimaksud thaghut dalam ayat itu adalah segala sesuatu yang memalingkan dari berhukum kepada kitab Allah dan Sunnah Rasulullah, lalau berhukum kepadanya,seperti sistem dan undang-undang buatan manusia, atau adapt istiadat yang diwarisi secara turun-temurun, atau para pemimpin suku yang memutuskan perkara di antara mereka berdasarkan adat tersebut, atau berdasarkan pendapat pemimpin kelompok mereka, atau juga dukun. Dari sini dapat di pahami bahwa segala sistem yang dibuat untuk landasan berhukum sebagai tandingan bagi syariat Allah, masuk dalam pengertian thaghut. (fatwa no. 8008).

Dan ketika menjawab pertanyaan, “kapan kita boleh mengatakan seseorang dengan menyebut nama dan orangnya bahwa ia itu thaghut?” maka di jawab, “Apabila mengajak untuk berbuat syirik atau beribadah kepada dirinya, atau mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, atau berhukum dengan selain yang diturunkan Allah secara sengaja, dan hal-hal yang semacam dengan itu.” (fatwa No. 5966, pemberi fatwa: ‘Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghadiyan, Abdur-Razzaq ‘Afifiy, dan Abdul ‘Aziz bin Baz, fatawa al-Lajnah ad-Daimah, I/542-543, yang dikumpulkan oleh Ahmad ‘Abdur-Razzaq ad-Duwaid, cetakan Darul Ashimah, Riyadh, tahun 1411 H).

Setelah itu tinggallah dua masalah lagi.

Pertama, Sesungguhnya manusia itu ada yang beriman dan ada yang kufur kepada thaghut. Allah berfirman,

“Mereka percaya kepada jibt dan thaghut” (QS. an-Nisa’: 51)

Dan Allah berfirman,

“karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah.” (QS. al-Baqarah : 256)

(lihat Majmu Fatawa, Ibn u Taimiyyah, VII/558-559)

Beriman kepada thaghut adalah dengan cara beribadah kepadanya atau dengan cara berhukum kepadanya, sedangkan kufur kepada thaghut adalah dengan tidak beribadah kepadanya, menyakini bathilnya beribadah kepadanya, tidak berhukum kepadanya, serta memusuhi para penyembah thaghut dan mengkafirkan mereka.

Kedua, Sesungguhnya kufur terhadap thaghut dan berima kepada Allah itu adalah tauhid yang di ajarkan oleh seluruh para Rasul, dan inilah yang pertama kali mereka dakwahkan. Sebagimana firman Allah,

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS. an-Nahl: 36)

Sedangkan thaghut yang dimaksud dalam pembahasan kita ini (status para pendukung thaghut dalam hukum Islam) adalah thaghut di bidang hukum, yang dalam hal ini adalah undang-undang dan hukum ciptaan manusia yang dijadikan rujukan hukum selain Allah. Dan juga para penguasa kafir yang menjalankan hukum selain hukum yang diturunkan oleh Allah.

Sedangkan yang dimaksud para pendukung thaghut tersebut adalah mereka yang membela dan mempertahankan hingga mereka berperang baik dengan ucapan maupun perbuatannya. Oleh karena itu, semua orang yang membela thaghut, baik dengan ucapan maupun perbuatan, mereka itu masuk dalam pengertian pendukung thaghut, karena perang itu dilakukan dengan ucapan dan perbuatan sebagaimana kata Ibnu Taimiyyah ketika membicarakan perang melawan orang-orang kafir asli,

“Adapun orang-orang yang tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan berperang seperti perempuan, anak-anak, pendeta, orang tua, orang buta, dan orang-orang yang semacam mereka, menurut mayoritas ulama tidak boleh dibunuh, kecuali jika mereka ikut berperang dengan ucapannya maupun perbuatannya.”

Dan beliau berkata, “Dan berperang itu ada dua macam, yaitu berperang dengan menggunakan tangan dan berperang dengan menggunakan lisan – sampai pada perkataan beliau – dan begitu jua perusakan, kadang dilakukan dengan tangan dan kadang dilakukan dengan menggunakan lisan. Dan perusakan yang dilakukan dengan lisan terhadap ajaran islam melebihi perusakan yang dilakukan dengan tangan.”

Berdasarkan hal tersebut, maka yang dimaksud dengan pendukung thaghut adalah,

1. Orang-orang yang membela dengan ucapan mereka, golongan ini dipimpin oleh sebagian ulama SU (ulama jahat) yang sok tahu, yang memberikan pengesahan dalam syariat Islam terhadap para penguasa kafir dan membela para penguasa tersebut dari tuduhan kekafiran da membodoh-bodohkan kaum muslimin yang berjihad melawan mereka dan menyesatkan, mereka menipu para penguasa tentang kaum muslimin yang berjihad. Termasuk juga dalam pengertian para pendukung thaghut dengan ucapan adalah sebagian para penulis, jurnalis, dan para penyiar berita yang melakukan perbuatan serupa.

2. orang-orang yang membela dengan perbuatannya, yakni (yang paling nyata adalah) para tentara penguasa kafir dan pasukannya. Sama saja, tentara dan polisi yang terlibat langsung maupun yang tidak langsung, karena mereka berdasarkan undang-undang Negara dan dipersiapkan untuk melaksanakan tugas-tugas berikut:

• menjaga sistem Negara yang berlaku. Hal itu berarti menjaga terus berlangsungnya pemberlakukan undang-undang ciptaan manusia dan menghukum semua orang yang menyimpang darinya atau berusaha mengubahnya.
• Menjaga hal-hal yang ditetapkan secara sah berdasarkan hukum. Ini berarti menjaga pemimpin Negara tersebut yang kafir karena pemimpin Negara tersebut dianggap sebagai pemimpin yang sah berdasarkan undang-undang mereka. Karena pengangkatannya telah dianggap sesuai dengan tata cara yang diatur dalam undang-undang ciptaan manusia tersebut.
• Memperkokoh kekuasaan undang-undang dengan cara melaksanakan keputusan-keputusan, undang-undang, dan hukum, termasuk melaksanakan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan hukum thaghut yang menggunakan hukum ciptaan manusia.

Jika semua orang yang membela mereka dengan perkataan atau perbuatan selain yang telah kami sebutkan di atas. Mereka masuk juga sebagai ansharut-thaghut (pendukung tahghut) meskipun orang tersebut dari Negara lain (ia dihukumi sama). Inilah yang dimaksud sebagai thaghut dan mereka yang kami sebut di ataslah yang dimaksud sebagai pendukung thaghut.

Demikian penjelasan ini yang disarikan dari berbagai sumber oleh Abu Muhammad Dive. Semoga catatan ini dapat mengingatkan kita dari kelalaian atau pun ketidak-tahuan kita selama ini, wallahua’lam bish showab.


Barakallaahu fiikum,
Wssalamua’laykum wr.wb.
~Jeanny Muslimah~

http://www.facebook.com/notes.php?id=1507628050